Kamis, 07 Mei 2015
Berlangganan

Sejarah Museum Samudra Raksa di Kompleks Borobudur

Relief Kapal Samudra raksa

Museum Samudra Raksa diresmikan pada 31 Agustus2005 oleh Menteri Koorditor Kesejahteraan Rakyat RI Prof.Dr. Alwi Shihab. Museum Samudra Raksa menyajikan benda-benda budaya yang berhubungan dengan kapal dan pelayaran.

Museum Samudra Raksa Juga terletak dalam lingkungan kompleks taman arkeologi Borobudur dan jika anda memasuki dalam museum samudra raksa ini anda akan disuguhi banyak lukisan dan ornamen khas kapal.

Silahkan menuju kesisi lain museum samudra raksa anda akan menemukan perkakas-perkakas seperti kendi, piring, mangkok, gelas, dan masih banyak yang lainnya dan diatur rapi dalam sebuah lemari kaca. Perkakas ini merupakan perkakas asli peninggalan dari kapal Samudra Raksa ketika masih berlayar dulu.


Perkakas Peninggalan Kapal Samudra Raksa

Sejarah Kapal Samudra raksa



Sejarah Kapal Samudera raksa berawal ketika Phillipe Beale (mantan Angkatan Laut Inggris), berkunjung ke Candi Borobudur pada tanggal 8 November 1982. Saat berada di Borobudur, ia melihat relief sebuah kapal yang dipahatkan pada salah satu dindingnya. Keindahan relief kapal tersebut menjadikannya tertarik untuk membuat kapal serupa, sekaligus untuk melakukan ekspedisi seperti yang dilakukan oleh para pelaut Indonesia pada abad ke-8. Namun, 20 tahun kemudian cita-citanya itu baru terwujud, setelah pada bulan September 2002 ia menghubungi Nick Burningham (ahli arkeologi maritim berkebangsaan Australia), untuk merancang sebuah kapal seperti yang dilihatnya pada relief di Candi Borobudur. Setelah berhasil merancang kapal, pada 19 Januari 2003 mereka kemudian menghubungi As’ad Abdullah (69 tahun) yang bertempat tinggal di Pulau Pagerungan Kecil, Kabupaten Sumenep, Madura, untuk membuat perahu rancangan mereka. Oleh As’ad Abdullah dan sejumlah arsitek asing, kapal dibuat dengan menggunakan teknologi tradisional dan seluruh bahan bakunya dari kayu.

Pada bulan Mei 2003 kapal pesanan Phillipe Beale selesai dibangun. Kapal ini berukuran panjang 18,29 meter, lebar 4,50 meter, dan tinggi 2,25 meter. Bagian depan kapal digunakan sebagai kabin dan tempat tidur, bagian tengah sebagai ruang makan dan navigasi, sedangkan bagian buritan digunakan sebagai ruang kemudi, dapur, dan tempat cuci piring. Untuk berlayar, karena tidak menggunakan mesin, kapal dilengkapi dengan 2 layar tanjak, 2 buah kemudi dan cadik ganda. Selain itu, kapal juga dilengkapi dengan peralatan keselamatan seperti: Global Positioning Satelite (untuk mengetahui posisi kapal), NavTex (untuk menerima informasi cuaca), EchoSounder (untuk mendeteksi kedalaman air), Inmarst Telephone Satelite (untuk komunikasi di tengah laut), dan Lift Raft (dua buah rakit apung).

Setelah kapal selesai dibuat, pada bulan Mei 2003 diadakan seleksi untuk calon anak buah kapal. Dari seleksi itu, diambil 27 orang yang berasal dari Indonesia, Australia, Selandia Baru, Inggris, Swedia, dan Perancis. Selesai melakukan seleksi untuk anak buah kapal, dan juga menunjuk salah seorang diantara mereka untuk menjadi kapten, yaitu I Gusti Putu Ngurah Sedaha, maka pada tanggal 25 mei 2003 kapal diluncurkan untuk pertama kalinya ke laut.

Pada bulan Juni 2003 kapal bersama awaknya melakukan uji coba pelayaran dari Pulau Pangerungan Kecil ke Benoa (Bali), melewati perairan Banyuwangi. Setelah berhasil melakukan uji coba, pada tanggal 2 Juli 2003 diadakan seminar pra peluncuran kapal di Jakarta. Dua minggu kemudian, yaitu tangal 16 Juli 2003, kapal diresmikan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata I Gede Ardika.

Pada tanggal 22 Juli 2003 kapal meninggalkan Benoa menuju Ancol, Jakarta, melewati Surabaya, Karimunjawa, dan Semarang. Setelah sampai di Jakarta, pada tanggal 15 Agustus 2003 kapal ini diberi nama Samudraraksa yang berarti “Pelindung Lautan” dan sekaligus diberangkatkan menuju Madagaskar oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Dalam pelayaran yang menyusuri rute Kayu Manis (Jakarta, Madagaskar, Cape Town dan berakhir di Ghana) itu, Kapal Samudraraksa membawa barang-barang kebutuhan awak kapal, seperti: 1500 liter air tawar, 900 kg beras, 2 upright sails, 1 ton kayu bakar, 0,5 ton bahan makanan dan bumbu, dan lain sebagainya.

Tanggal 12 September 2003, kapal Samudraraksa berhasil berlabuh di pelabuhan Victoria, Seychelles. Dua minggu kemudian, tepatnya tanggal 29 September 2003, Samudraraksa meninggalkan Seychelles menuju Madagaskar. Tanggal 14 Oktober, kapal Samudraraksa mencapai Mahajanga, Madagaskar. Dari Madagaskar, pada tanggal 26 Oktober, Samudraraksa berlayar lagi menuju Cape Town, Afrika Selatan. Dalam pelayaran menuju Cape Town itu, pada tanggal 16 November mereka singgah di Richard Bay. Tanggal 1 Desember singgah di Pelabuhan Durban. Tanggal 7 Desember singgah di Pelabuhan Elizabeth. Baru pada tanggal 5 Januari 2004, Samudraraksa tiba di Cape Town.

Sekitar 2 minggu kemudian, tepatnya tanggal 17 Januari 2004, Samudraraksa berangkat lagi menuju Ghana. Setelah beberapa minggu mengarungi lautan, pada tanggal 23 Februari kapal Samudraraksa sampai di tujuan akhir dan berlabuh di Pelabuhan Tema, Accra, Graha. Dengan berlabuhnya Samudraraksa di Ghana, maka berakhirlah ekspedisi menyusuri jalur Kayu Manis. Para awak pun kembali ke tanah air untuk menerima penghargaan Satya Lencana dari Presiden Megawati Soekarnoputri. Sedangkan kapal Samudraraksa yang masih berada di Ghana, tujuh bulan kemudian dibongkar dan dibawa pulang ke Indonesia. Sesampai di Indonesia, bongkahan-bongkahan kapal Samudra raksa itu dibawa ke Borobudur dan dirakit kembali untuk selanjutnya dimuseumkan, sebagai tanda akan kejayaan nenek moyang bangsa Indonesia yang berhasil mengarungi Samudera Hindia hingga ke wilayah Afrika. (Uun Halimah)